1. IQ (Intellegence
Qoutient)
Kecerdasan intelektual
adalah syarat minimum kompetensi diartikan sebagai keseluruhan kemampuan
individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan
menguasai lingkungan secara efektif (Marthen Pali, 1993).
Konsep intelegensi yang
pertama kali dirintis oleh Alfred Binet (1964), mempercayai bahwa kecerdasan
itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam suatu satuan angka yaitu
intelengence qoutient (IQ).
Ini berdasarkan
penelitian terbaru terungkap adanya multiple intellegence (kecerdasan majemuk)
Gardner (1994) menemukan dalam setiap anak tersimpan 8 kecerdasan yang siap
berkembang, yaitu:
2. Kecerdasan Matematik-Logis (Number Smart :
cerdas angka)
3. Kecerdasan Spasial (cerdas gambar)
4. Kecerdasan Kinestetik- Jasmaniah (Body
Smart : cerdas tubuh)
5. Kecerdasan Musikal (cerdas musik – nada suara)
6. Kecerdasan Interpersonal ( Self Smart :
cerdas diri)
7. Kecerdasan Intrapersonal (People Smart ;
cerdas bergaul)
8. Kecerdasan Naturalis (cerdas alam)
Yang menggembirakan dari
paradigma baru tentang intelegensi ini adalah pandangan bahwa TIDAK ADA SISWA
YANG BODOH, setiap anak pasti punya kecerdasan yang menonjol satu atau dua
jenis dan siap berprestasi.
2. EQ (Emotional Qoutient)
Penelitian mutakhir
menjelaskan bahwa IQ belumlah cukup. IQ hanya menyumbangkan 20% dari
keberhasilan, yang lebih banyak perannya dalam keberhasilan seseorang adalah EQ
(kecerdasan emosional).
Apakah kecerdasan
emosional itu?
EQ adalah kemampuan untuk
mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri
sendiri, kemampuan mengelola emosi dengan baik dan dalam berhubungan dengan
orang lain.
Jelaslah EQ sangat besar
peranannya untuk meraih kesuksesan termasuk sukses dibangku sekolah.
Daniel Goldman
mengembangkan EQ menjadi 5 kategori dengan poin-poin:
- Kesadaran diri; kecerdasan emosi diri menilai pribadi dan percaya diri.
- Pengaturan diri; pengendalian diri, sikap dapat dipercaya, waspada,adaftif dan inovatif.
- Motivasi; dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.
- Empati; memahami orang lain, pelayanan, membantu pengembangan orang lain, menyikapi perbedaan dan kesadaran politis.
- Keterampilan sosial; pengaruh keterampilan berkomunikasi, kepemimpinan, manajemen konflik, keakraban, kerjasama dan kerja tim.
3. AQ (Adversity Qoutient)
Mengapa banyak orang yang
jelas-kelas cerdas/berbakat tetapi gagal membuktikan potensi dirinya?
Berapa banyak siswa yang
memiliki IQ tinggi tetapi gagal dalam meraih prestasi belajar? Sebaliknya tidak
sedikit orang yang memiliki IQ rendah tetapi justru lebih unggul dalam prestasi
belajar. Pada umumnya ketika dihadapkan pada kesultian dan tantangan hidup
kebanyakan manusia menjadi loyo dan tidak berdaya, mereka berhenti berusaha
sebelum tenaga dan kemampuannya benar-benar teruji. Banyak orang yang gampang
menyerah sebelum berperang, mereka inilah yang dimaksudkan dengan rendah
Adversty Qoutientnya.
Adversty Qoutientnya (AQ)
adalah kemampuan atau kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi
kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup.
Paul G. Stoltz adalah
penemu teori AQ, berdasarkan penelitiannya ada tingkatan AQ pada manusia,
yaitu:
1. Tingkat “Quitters” (orang-orang yang
berhenti)
Quitters adalah orang
yang paling lemah AQnya.
Ketika menghadapi
kesulitan hidup, mereka berhenti dan langsung menyerah. Mereka memilih untuk
tidak mendaki, mereka keluar, mundur dan menghindar dari kewajiban/tugas-tugas
hidup. Mereka tidak memanfaatkan peluang, potensi dan kesempatan dalam hidup.
Contoh: seorang individu
yang tidak berkutik, hanya mengeluh ketika ditimpa kondisi buruk seperti
penderitaan, kemiskinan, kebodohan, dll.
2. Tingkat “Campers” (orang yang berkemah)
Campers adalah AQ tingkat
sedang.
Awalnya mereka giat
mendaki, berjuang menyelesaikan tantangan hidup, namun di tengah perjalanan
mereka berhenti juga. Mereka telah jenuh dan bosan, merasa sudah cukup,
mengakhiri pendakian dengan mencari tempat yang datar dan nyaman.
Contoh: seorang yang mengira
bahwa sukses itu adalah yang penting sudah naik kelas/lulus, meskipun pas-pasan
saja. Sudah punya harta/jabatan bagus sudah cukup, sukses di dunia sudah
cukup!.
3. Tingkat “Climbers” (orang yang mendaki)
Climbers adalah pendaki
sejati.
Orang yang seumur hidup
mencurahkan diri kepada pendakian hidup. Mereka paham dan sadar bahwa sukses
itu bukan hanya dimensi fisik material, tetapi seluruh dimensi fisik, moral,
sosial, spiritual, dstnya.
Mereka adalah orang yang
selalu mencari hakikat hidup, hakikat manusia yang diciptakan sebagai makhluk
yang paling sempurna dan akan kembali kepada Sang Maha Pencipta. Mendaki hidup
abadi yang jauh lebih panjang.
4. SQ (Spritual Qoutient)
Hasil penelitian di
ratusan perusahaan dan kalangan eksekutif bisnis dunia menunjukkan bahwa spirit
itu sungguh penting.Spirit menjadi salah satu faktor penentu sukses. Salah satu
contoh spirit mereka adalah keyakinan bahwa bisnis itu bermakna besar bagi diri,
keluarga dan masa depan umat manusia. Sebaliknya keringnya spirit akan
meruntuhkan seseorang atau perusahaan.
Spiritual adalah inti dan
pusat diri sendiri.
Kecerdasan spiritual
adalah sumber yang mengilhami, melambungkan semangat dan mengikat diri seseorang
kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus Nggermanto, 2001)
Lalu M. Zuhri menambahkan
bahwa SQ merupakan kecerdasan yang digunakan untuk ‘berhubungan’ dengan Tuhan
Sang Maha Kuasa.
Ciri-ciri SQ tinggi;
Menurut Dimitri Mahayana,
ciri-ciri orang yang ber-SQ tinggi adalah:
1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
Prinsipadalah suatu
kebenaran yang hakiki dan fundamental, berlaku secara universal bagi seluruh
umat.
Prinsip merupakan pedoman
berperilaku, yang berupa nilai-nilai yang permanen dan mendasar.
Ada 3 prinsip utama bagi
orang yang tinggi spiritualnya, yaitu;
a. Prinsip kebenaran
Suatu yang paling nyata
dalam kehidupan ini adalah kebenaran. Sesuatu yang tidak benar, tunggulah
saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh: Hukum alamiah, jika
kita menyemai benih pada tempat yang salah, waktunya tidak tepat,pengairannya
keliru, pemupukannya salah, maka apa yang terjadi? Benih membusuk dan sirna.
Pelanggaran atas nilai
kebenaran membuat kita kehilangan jati diri dan hati nurani yang tidak jernih.
b. Prinsip keadilan
Keadilan adalah
memberikan sesuatu sesuai dengan hak yang seharusnya diterima, tidak
mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
c. Prinsip kebaikan
Kebaikan adalah
memberikan sesuatu lebih dari hak yang
seharusnya.
Contoh: ketika kita naik
becak membayar Rp. 5.000,- sesuai kesepakatan, tetapi kita lebihkan membayar
Rp. 6.000,- inilah yang disebut kebaikan.
Visi yang kuat
Setelah prinsip, kita
harus mempunyai visi.
Visi adalah cara pandang,
bagaimana memandang sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa
melihat bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya
kebenaran.
Contoh; Belajat itu tidak
sekedar mencari angka raport, ijazah atau bisa mencari kerja yang bergaji
pantas.
2. Mampu melihat kesatuan dalam
keanekaragaman.
Para siswa menuntut
suasana belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan semangat dan hasil belajar
yang optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama menginginkan kebaikan.
3. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
Semua yang terjadi di
alam raya ini ada maknanya.Semua kejadian pada diri kita dan lingkungan ada
hikmahnya, semua yang diciptakan ada tujuannya.
Dalam sakit, gagal,
jatuh, kekurangan dan penderitaan lainnya banyak pelajaran yang mempertajam
kecerdasan spiritual kita. Demikian juga ketika berhasil, kita bersyukur dan
tidak lupa diri.
4. Mampu mengelola dan bertahan dalam
kesulitan dan penderitaan.
Sejarah telah
membuktikan, semua orang besar atau sukses telah melewati liku-liku dan ujian
yang besar juga.
Contoh: Thomas Edison
menjadi sukses dan cemerlang dengan berbagai temuannya setelah melalui caci
maki dan kegagalan-kegagalan.
J. J. Rouseu menjelaskan;
jika tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan, maka aspek jiwa akan
rusak. Orang yang tidak pernah mengalami kesulitan atau sakit, jiwanya tidak
pernah tersentuh.
Penderitaan dan
kesulitanlah yang menumbuhkan dan mengembangkan dimensi spiritual seseorang.
Sumber : http://dedyfahroni.blogspot.no/2013/01/peran-iq-eq-aq-dan-sq-dalam-belajar.html